Implementasi Qardhu Al-Hasan dalam Menangkal Jebakan Rentenir Digital

(Bagian II) Oleh: Muhammad Yusuf Sirait

Alumni Mahasiswa Prodi Hukum Keluarga, Fak. Syariah dan Hukum UIN Suska Riau, Angkatan 2019

Upgrading Qardhu Al-Hasan untuk Mereduksi Rentenir Digital

Qardhu Al-Hasan merupakan jenis pinjaman kebajikan tanpa mengambil keuntungan ribawi, dalam artian peminjam harus mengembalikan pinjaman dengan nilai yang sama.[1] Sejatinya prinsip ini merupakan prinsip yang bertentangan dengan konsep rentenir yang mana dalam kegiatannya rentenir menggunakan sistem bunga atau riba.

Saat ini praktik rentenir bertransformasi menjadi wujud digital dengan memanfaatkan kamajuan zaman, sedangkan perkembangan dan pemanfaatan Qardhu Al-Hasan pada  perbankan syariah maupun lembaga keuangan syariah lain yang menyediakan produk ini tergolong lambat, dikarenakan mayoritas umat Islam di Indonesia tidak memahami atau bahkan tidak mengetahui tentang adanya pembiayaan Qardhu Al-Hasan itu sendiri. Tidak dipungkiri, bahwa implementasi produk ekonomi syariah juga harus menggunakan teknologi yang berkembang. Dengan menjadikan setiap produk ekonomi menggunakan akses digital dalam pelaksanaannya. Maka daripada itu perlu dilakukan upaya upgrading untuk memperkenalkan Qardhu Al-Hasan kepada umat Islam khususnya di Indonesia dan memanfaatkan kemutakhiran teknologi untuk peningkatan produk ekonomi syariah.

Berikut ini ada beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh lembaga keuangan syariah maupun pemerintah untuk memperkenalkan serta meng-upgrade Qardhu Al-Hasan agar menjadi benteng umat dalam menghadapi jeratan rentenir digital.

Sosialisasi

Kegiatan sosialisasi merupakan salah satu cara untuk memperkenalkan berbagai produk dan program dari lembaga keuangan syariah, tidak terkecuali untuk produk Qardhu Al-Hasan tentunya. Terdapat dua metode sosisalisasi yang dinilai memiliki potensi besar dalam memperkenalkan Qardhu Al-Hasan kepada umat Islam di Indonesia, di ataranya:

Pertama, sosialisasi secara langsung. Proses sosialisasi yang dilaksanakan dengan bertatap muka kepada masyarakat, baik yang dilakukan dengan penyuluha oleh lembaga keuangan syariah atau lembaga pengelola dana Qardh ataupun dapat disampaikan melalui ustadz-ustadz ketika berpidato di khalayak umum. Dengan demikian, umat Islam di Indonesia dapat memahami secara langsung bagaimana konsep pelaksanaan Qardhu Al-Hasan ini.

Kedua, sosialisasi secara tidak langsung. Tidak hanya menggunakan tatap muka ataupun face to face secara langsung, sosialisasi pada kemajuan zaman saat ini bisa dilaksanakan tanpa bertatap muka dengan menggunakan berbagai sarana dan media yang ada. Upaya ini bisa dilaksanakan berupa tulisan atau gambar yang dimuat berbagai pengetahuan perihal Qardhu Al-Hasan. Penggunaan media dapat dilakukan dengan menggunakan media cetak maupun media online/digital. Menurut penulis, cara ini sangat cocok diterapkan dan efektif dalam memperkenalkan Qardhu Al-Hasan, melihat banyaknya masyarakat Indonesia saat ini yang menggunakan berbagai media internet. Dengan begitu setidaknya umat Islam dapat melihat dan membaca baik melalui media apapun terkait Qardhu Al-Hasan yang ada pada lembaga keuangan syariah di Indonesia.

Regulasi/Aturan Yang Jelas

Regulasi merupakan aturan yang dapat diterapkan dalam pelaksanaan konsep Qardhu Al-Hasan. Tentunya saat ini penerapan produk ekonomi syariah juga bisa menggunakan konsep produk digital dan tetap menggunakan aturan yang berasal dar pemerintah atau lembaga terkait. Aturan yang dibuat adalah dalam konteks  memberikan kemudahan bagi nasabah dalam penyederhanaan mekanisme dan persyaratan pengajuan permohonan atau pengembalian dana bantuan melalui ketentuan-ketentuan yang dapat menciptakan saling percaya.

Menurut penulis aturan yang dapat dilaksanakan mengenai hal tersebut, yakni dalam hal pengajuan permohonan masyarakat atau nasabah dapat menggunakan layanan digital yang dibuat oleh lembaga keuangan syariah. Namun, saat proses pencairan dana pinjaman nasabah diharuskan hadir  untuk memperjelas pelaksanaan akad. Dengan demikian  proses pengajuan permohonan dapat dilaksanakan secara sederhana namun tetap mengedepankan prinsip saling percaya.

Tidak sampai disitu saja, pelaksanaan regulasi produk digital ini seharusnya tidak dibuat hanya untuk produk Qardhu Al-Hasan saja. Namun, diharapkan pemerintah dapat membuat aturan yang dapat memperketat dan menyempitkan ruang gerak rentenir digital yang cenderung berbahaya bagi masyarakat. Penggunaan konsep digital bagi setiap pinjaman harus mendapatkan izin yang jelas dari pemerintah, Sehingga tidak menyengsarakan masyarakat.

Membangun Integritas Pengelolaan Sumber Dana Qardhu Al-Hasan

            Permasalahan yang sering terjadi dan membuat masyarakat enggan menggunakan produk syariah adalah tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan berbagai dana seperti zakat, infak, shadaqah yang cukup rendah. Banyak dari masyarakat yang berfikir bahwa produk syariah dan konvensional dalam lembaga keuangan itu sama saja. Oleh sebab itu, menjadi hal penting membangun kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan dana syariah, terutama pengelolaan terhadap sesuatu yang akan dijadikan sumber dana dari produk syariah, seperti sumber dana Qardhu Al-Hasan. Setidaknya terdapat tiga hal yang dapat digunakan untuk membangun kepercayaan masyarakat, diantaranya.

Pertama, melakukan Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dengan baik. Menempatkan jabatan sesuai keahlian seseorang dalam menghimpun, mengelola, dan menyalurkan sumber dana Qardh adalah sesuatu yang harus dilakukan agar pengelola di isi oleh orang-orang yang kompeten dalam tugasnya. Karena sejatinya setiap orang memiliki keahlian dan pembawaan masing-masing sebagaimana firman Allah yang artinya: “Katakanlah (Muhammad), “Setiap orang berbuat sesuai dengan pembawaannya masing-masing.” Maka Allah lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya.”

Kedua, adanya pengelolaan sistem sumber dana dengan jelas, akuntable dan transparan. Dalam melaksanakan kegiatan mengolah sumber dana ini harus dilakukan secara terperinci dan mengedepankan transparansi. Terkait hal ini lembaga keuangan syariah dapat menggunakan teknologi digital dalam menunjukkan bukti transparansi kepada masyarakat serta juga dapat memanfaatkan kemajuan teknologi sebagai penentuan sasaran sumber dana tersebut.

Ketiga, perlunya izin yang jelas dari lembaga terkait. Agar pengelolaan sumber dana memiliki dasar dan aturan hukum serta dapat diawasi proses pelaksanaannya.

Kesimpulan

Praktik rentenir yang merupakan produk lama, sekarang bertransformasi dengan kemasan baru. Dengan memanfaatkan kemajuan teknologi, praktik ini sukses menjerat banyak masyarakat yang membutuhkan pinjaman baik untuk kepentingan konsumtif maupun kepentingan produktif. Praktik ini sejatinya meresahkan dan menyengsarakan masyarakat. dilihat dari risiko yang ditanggung oleh peminjam, maka sudah saatnya masyarakat memandang ke arah produk yang di tawarkan oleh ekonomi syariah yakni  Qardhu Al-hasan.

Produk ini akan memberikan pinjaman dan peminjam hanya berkewajiban untuk membayar biaya pokoknya saja. hal ini akan membuka potensi peningkatan kesejahteraan serta menghindarkan masyarakat dari rentenir. Agar upaya implementasi produk berhasil, maka diperlukan pemanfaatan kemajuan teknologi dengan memperhatikan hal-hal berikut: (1) sosialisasi; (2) regulasi atau aturan yang jelas; dan (4) membangun integritas dalam pengelolaan sumber dana Qardhu Al-hasan.

 

Daftar Pustaka

Kementrian Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, (Surabaya: Halim, 2014).

Adiwarman Karim, Bank Islam; Analisis Fikih dan Keuangan, (Jakarta:     RajaGrafindo Persada, 2014), edisi ke-3.

Adiwarman Karim, Oni Sahroni, Riba, Gharar dan Kaidah-Kaidah Ekonomi Syariah,      (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2015)

Imam Mustofa, Fiqih Muamalah Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016).

Jalaluddin Al-Mahali, Jalaluddin As-Suyuthi, Terjemahan Tafsir Jalalain Berikut   Asbabun Nuzul, (Bandung: Sinar Baru  Algesindo 2013)  Jilid 1.

  1. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,2003).

Muhammad Syafi’I  antonio, Bank  Syariah: Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta: Gema          Insani, 2001).

Nurul Huda, dkk, Baitul Mal Wa Tamwil Sebuah Tinjauan Teoretis, (Jakarta: Amzah,         2016).

Salim Bahreisy, Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier  (Surabaya:   Bina Ilmu, 1988).

Sri Nurhayati, Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat,            2013).

Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqih al-Islami wa Adillatuh, (Beirut: Dar Al-Fikr, 2004).

Internet:

majalah.tempo.co/waspadai-rentenir-digital diakses pada tanggal 9 Juni 2021

regional.kompas.com/2021/05/18/guru-tk-di-malang… diakses pada  tanggal  9 Juni 2021.

 

[1] Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqih al-Islami wa Adillatuh, (Beirut: Dar Al-Fikr, 2004), V/3786

About F2r