Implementasi Qardhu Al-Hasan dalam Menangkal Jebakan Rentenir Digital

(Bagian I)

Oleh: Muhammad Yusuf Sirait

Alumni Mahasiswa Prodi Hukum Keluarga, Fak. Syariah dan Hukum UIN Suska Riau, Angkatan 2019

Pendahuluan

Penggunaan teknologi berbasis internet saat ini, tidak bisa dipungkiri telah menguasai hampir setiap segi dalam kehidupan masyarakat. dalam proses pemenuhan kebutuhan manusia, jaringan internet memberikan berbagai kemudahan dengan kehadiran produk berbasis online. Di antaranya yakni kehadiran pinjaman berbasis online yang saat ini tengah menjamur dimasyarakat.

Pinjaman online merupakan produk menjanjikan bagi masyarakat yang memerlukan bantuan keuangan dengan cepat dan mudah. Namun dibalik kemudahan transaksi pinjaman online, mengandung berbagairisiko di dalamnya. Pinjaman online dapat dengan cepat bertransformasi menjadi sarana rentenir digital, para peminjam dikenai bunga yang mencekik serta ditagih dengan cara yang tidak menyenangkan seperti memberikan teror dan ancaman terhadap privasi dan data pribadi sipeminjam.

Banyak kasus yang telah terjadi terkait hadirnya rentenir digital. dilansir dari Tempo.co terdapat 800 pengaduan yang dilayangkan kepada Lembaga Bantuan Hukum Jakarta serta terdapat juga 72 pengaduan dari nasabah layanan pinjaman digital kepada Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia.  Pengaduan yang paling sering terjadi adalah tentang bunga yang besar serta teror yang bersumber dari debt collector. Salah satu contoh kasus yang barusaja dan masih hangat di telinga kita adalah kasus yang melibatkan seorang guru Taman Kanak-kanak (TK) di kota Malang yang terjerat pinjaman online hingga 40 Juta di 24 aplikasi dan sempat berkeinginan bunuh diri dikarenakan diteror oleh debt collector.  Kasus-kasus seperti ini, seharusnya menjadi peringatan bagi masyarakat bahwa sangat berbahaya melakukan pinjaman kepada rentenir. Melakukan pinjaman terhadap rentenir akan menghasilkan siklus hutang yang tiada habisnya, sehingga orang yang berhutang semakin lama akan semakin terpuruk perekonomiannya.

Dalam meminimalisir kasus-kasus yang disebabkan oleh kehadiran rentenir digital ini, Islam sebenarnya sudah menghadirkan solusi melalui sistem ekonomi yang berlandaskan Islam atau yang sering kita kenal dengan sisteme konomi syariah. Sistem ekonomi syariah sangat cocok diterapkan di negara Indonesia karena mengingat Indonesia merupakan negara dengan kependudukan umat Islam terbesar di dunia, yang akan membuat sektor ekonomi syariah menjadi sektor yang menjanjikan untuk memperbaiki dan memberikan pertumbuhan ekonomi yang akan meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat.

Penerapan ekonomi syariah mendorong hadirnya berbagai lembaga keuangan syariah, baik dalam bentuk bank maupun non-bank. Dalam pelaksanaannya lembaga keuangan syariah memiliki berbagai produk yang dapat menjadi tangkal dalam mengurangi bahkan menghilangkan ketergantungan masyarakat terhadap pinjaman yang bersifat rente. Salah satu diantara produk tersebut adalah Qardhu Al-Hasan, yang merupakan salah satu bentuk pinjaman dengan prinsip syariah di Indonesia .Namun dalam pelaksanaannya perlu dilakukan pengoptimalan agar kehadiran Qardhu Al-Hasan dapat benar-benar maksimal dalam mereduksi kehadiran rentenir digital yang beredar di Masyarakat.

Berdasarkan uraian di atas, maka tulisan inihadir dan akan memaparkan tentang bagaimana cara implementasi Qardhu Al-Hasansecara optimal melalui sudu tpandang ekonomi syariah dalam perspektif al-Quran dan hadits agar masyarakat tidak masuk kedalam jeratan rentenir digital. Hal inimerupakan salah satu upaya dalam peningkatan taraf kesejahteraan masyaraka tmelalui produk yang dihasilkan ekonomi syariah.

Pembahasan

TinjauanDefinitifTentangQardhu Al-Hasan dan Rentenir Digital

  • Qardhu Al-Hasan

Secara etimologi, Qardhu Al-Hasan dapat di bagi menjadi dua kata yakni Qardh yang berarti potongan dan kata Hasan yang artinya kebaikan pada orang lain. Jika ditinjau berdasarkan definisi secara terminologi Al-Bahuti mendefinisikan Qardh adalah pemberian sejumlah uang kepada orang yang akan menggunakannya, namun ada kewajiban untuk mengembalikannya.  Definisi Qardh secara terminologi ini sejatinya tidak jauh berbeda dengan definisi Qardhu Al-Hasan, yang memiliki kesamaan sebagai produk pinjaman. 

Secara spesifik, definisi Qardhu Al-Hasan adalah pinjaman tanpa dikenakan biaya (hanya wajib membayar sebesar pokok utangnya). Biaya administrasi dalam jumlah terbatas diperkenankan untuk dibebankan kepada peminjam. Pinjaman ini bertujuan untuk diberikan pada orang yang membutuhkan atau tidak memiliki kemampuan finansial, untuk tujuan sosial atau untuk kemanusiaan. Cara pelunasan dan waktu pelunasan ditetapkan bersama antara pemberi dan penerima pinjaman. yang menjadi titik perbedaan Qardhu Al-Hasan dengan Qardh pada umumnya yakni adalah sumber dana pinjaman. Sumber dana  Qardhu Al-Hasan dapat berasal dari dana Zakat, Infak, Shadaqah (ZIS) atau memang telah disediakan oleh sebuah lembaga sedangkan dana Qardh pada umumnya hanya bersumber dari dana modal kelembagaan atau dari laba yang telah di sisihkan. 

  • Rentenir Digital

Rentenir berasal dari kata rente yang merupakan istilah dari bahasa Belanda yang berarti bunga uang. Rentenir adalah orang yang bekerja atau mencarinafkah dengan membungakan uang.  Sedangkan pengertian digital merupakan sesuatu sistem yang berhubungan dengan teknologi. Maka dapat disimpulkan pengertian Rentenir Digital adalah orang yang bekerja ataupun mencari nafkah dengan membungakan uang dan memanfaatkan kemajuan teknologi dalam menjalankannya. Kegiatan seperti ini sejatinya hanya menguntungkan bagi salah satu pihak dan dapat memberatkan pihak yang lain, terlebih lagi jika dilaksanakan secara online yang mengakibatkan sulit untuk mendeteksi pelaku kegiatan tersebut

Rentenir Digital Perspektif Ekonomi Syariah

Praktik rentenir sejatinya merupakan praktik yang sangat sering terjadi di masyarakat. Pada masa jahiliah praktik seperti ini merupakan praktik umum yang dijalankan oleh orang-orang pada masa itu. Mereka menyamakan kebolehan melakukan riba dengan pelaksanaan jual beli. Padahal ajaran Islam menegaskan tentang keharaman riba. Firman Allah SWT yang artinya: “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”

Dalam tafsir Jalalain dikatakan bahwa turunnya ayat ini adalah bentuk penolakan Allah SWT terhadap orang yang mengatakan bahwa jual beli sama seperti riba dalam soal diperbolehkan.  Lafadz riba dalam ayat tersebut adalah ribaqardatauribajahiliah. Ribaqardhadalahriba yang terjadi pada transaksi utang-piutang yang tidak memenuhi kriteria utung muncul bersamaresiko (al-qhunmubilghurum) dan hasil usah amuncul bersama biaya (al-kharrajbidhdhaman). Transaksi semisal ini mengandung pertukaran kewajiban menanggung beban, hanya karena berjalannya waktu. 

Riba qardh bisa disebut juga dengan riba jahiliah yaitu utang yang di bayar melebihi dari pokok pinjaman, karena sipeminjam tidak mampu mengembalikan dana pinjaman pada waktu yang ditentukan. Riba jahiliah dilarang karena melanggar kaidah kulluqardhimjarramanfa’atinfahuariba’ (setiap pinjaman yang memberikan manfaat (kepada kreditor) adalah riba).  

Perilaku riba seperti ini masih diminati oleh sebagian masyarakat. Penggunaan teknologi dalam melancarkan aksinya, membuat stigma masyarakat yang memiliki kesulitan finansial ingin mendapatkan uang dengan cepat dan mudah tanpa memikirkan resiko dalam pinjaman yang berasal dari rentenir tersebut. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya masyarakat dan mengalami kesulitan akhirnya semakin kesulitan akibat bunga pinjaman yang membengkak.

ImplementasiKonsepQardhu Al-Hasandalam Lembaga Keuangan Syariah (LKS)

Dalam praktik Lembaga Keuangan Syariah, Qardhu Al-Hasan lebih sering dikenal dengan pinjaman terbatas dalam jumlah uang tertentu dan dalam masa tertentu serta dikembalikan pada saat jatuh tempo dengan tanpa Imbalan. Kemudian Qardhu Al-Hasan dapat dipahami sebagai salah satu produk lembaga keuangan syariah sebagai pinjaman kebajikan.  Sebagaimana firman Allah SWT dalam Qs. Al-Baqarah (2) : 245, yang artinya: “Barang siapa meminjami Allah dengan pinjaman yang baik maka Allah melipat gandakan ganti kepadanya dengan banyak. Allah menahan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nyalah kamudi kembalikan.”

Makna meminjami Allah adalah anjuran bersedekah. Sedekah atau infak tersebut akan dicatat Allah sebagai pinjaman, yang akan diganti oleh Allah dengan berlipat ganda.Berkaitan pula dengan sabda Rasulullah SAW, yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud yang berbunyi:“Bukan seorang Muslim(mereka) yang memberi pinjaman kepada orang muslim yang lain dua kali, kecuali yang satunya adalah (senilai) sedekah”(HR.Ibnu Majah no.2421, kitab al-Ahkam; Ibnu Hibban dan Baihaqi) 

Prinsip pinjaman Qardhu Al-Hasan menggunakan prinsip memberikan bantuan atau pertolongan dan  merupakan pelaksanaan dari firman Allah: “…dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.”

Prioritas pembiayaan berdasarkan prinsip Qardhu Al-Hasanini, adalah pengusaha kecil potensial akan tetapi tidak mempunyai kemampuan modal apapun selain berusaha, serta individulainnya yang berada dalam keadaan terdesak dan membutuhkan, serta dalam pelaksanaannya LKS hanya membebankan biaya administrasi.  

Praktik Qardhu Al-Hasan pada lembaga keuangan syariah berbentuk bank maupun non-bank seperti Baitul Mal Wat-Tamwil adalah sebagai berikut:

  1. Nasabah mengajukan pinjaman dana Qardh atau Qardhu Al-Hasan pada pihak LKS;
  2. Nasabah dan pihak LKS menyepakati mengenai biaya administrasi dan waktu pengembalian pinjaman saat akad berlangsung;
  3. Khusus dana pinjaman Qardh pihak LKS dapat meminta jaminan apabila diperlukan, Sedangkan untuk Qardhu Al-Hasan tidak menggunakan jaminan;
  4. Apabila digunakan dalam tujuan usaha, jika mendapat keuntungan maka seluruhnya menjadi hak nasabah, dan apabila terjadi kerugian, maka juga menjadi tanggung jawab nasabah;
  5. Nasabah harus mengembalikan pinjaman sejumlah nominal yang dipinjam ,tanpa harus memberikan margin atau bunga,
  6. Pasal 615 KHES menyebutkan bahwa Nasabah dapat memberikan tambahan dengan sukarela selama tidak diperjanjikan dalam transaksi.
  7. Pasal 616 KHES menyebutkan bahwa jika Nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya pada saat yang telahdisepakati dan pemberi pinjaman LKS telah memastikan ketidakmampuannya, maka dapat memperpanjang jangka waktu pengembalian dan menghapus/write off sebagian atau seluruh kewajibannya.

Pelaksanaan Qardhu Al-Hasan juga mengandung risiko, karena pembiayaan ini sejatinya tidak ditutup dengan jaminan. Namun, risiko ini tidak akan meimbulkan kerugian bagipihak LKS, karena dana yang disalurkan merupakan dana Zakat, Infak, dan Shadaqah (ZIS). Kerugian yang akan dirasakanhanya sebatas kerugian moril yang menyebabkan terhentinya putaran dana sosial tersebut sehingga menutup kemungkinan bagi orang lain untuk mendapatkannya.

Dibalik risiko kerugian moril yang dialami konsep Qardhu Al-Hasan sejatinya memiliki berbagai keunggulan diantaranya: Pertama, bersifat mendidik, jika digunakan dalam kepentingan usaha dan diharapkana pabila usahanya berhasil, nantinya akan mengeluarkan zakat, infaq, shadaqah dari hasil ushanya tersebut. Kedua, dana ZIS sebagai dana sosial yang akan selalu dimanfaatkan untuk peminjam berikutnya. Ketiga, meningkatkan citra baik dan loyalitas ekonomi syariah serta kesadaran untuk membayar zakat melalui lembaga yang dipercaya, sehingga dana tidak menjadi bantuan yang bersifat sementara dan habis untuk keperluan konsumtif belaka. Keempat,menjauhkan masyarakat dari jeratan rentenir. Dan yang kelima, percepatan pembangunan ekonomi kerakyatan yang berbasis ekonomi syariah Islam akan menjadi kenyataan.

Dalam upaya menjauhkan masyarakat dari jeratan rentenir dan melakukan percepatan pembangunan ekonomi tentunya perlu dilakukan upgrade terhadap Qardhu Al-Hasan. Hal tersebut dilakukan agar pinjaman dana Qardhu Al-Hasan yang berasal dari lembaga keuangan syariah lebih tepat guna dan tepat sasaran. Sehingga diharapkan nantinya masyarakat beralih kepada sistem syariah dan menghindari sistem rentenir.

(bersambungkebagian II)

 

About F2r